Indonesia dalam ASEAN dan Indo-Pasifik terhadap Politik Global

Nathania Aviandra
8 min readJul 21, 2020

Menguntungkan dari aspek perekonomian, Indonesia menjadi wilayah yang dijadikan titik kegiatan persimpangan lalu lintas dunia internasional, baik lalu lintas udara maupun laut. Ditambah dengan kekayaan Indonesia akan sumber daya alam seperti flora, fauna, serta sumber mineral yang akan sangat mendukung perdagangan. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki peran yang penting dalam perdagangan dunia. Demi menguatkan posisinya terutama dalam bidang perekonomian, Indonesia ingin ikut berperan dalam organisasi-organisasi di kawasan seperti ASEAN dan Indo-Pasifik.

Erosion of Multilateralism and International Law

Indonesia yang tergabung dalam ASEAN sedang mengalami konflik dengan China yang menjadi strategic challenge utama bagi Indonesia. Ada beberapa isu yang terjadi karena adanya imbalance of power di mana China yang pelan-pelan mulai mengurangi kekuatan ASEAN dan UNCLOS di kawasan yang menyebabkan timbulnya konflik seperti Laut China Selatan. Adanya persengketaan akibat wilayah perairan negara-negara ASEAN yang diklaim secara sepihak oleh China di perairan Natuna menimbulkan mispersepsi bahwa dari sisi Indonesia, kita merasa China mengakui hak kita di Natuna yang juga hak berdaulat kita. ASEAN sebagai multilateral institutions di kawasan tersebut semakin berkurang fungsinya, dan hal tersebut berpengaruh terhadap strategi Indonesia.

Escalation and Proliferation of Crisis, Flashpoints, and Strategic Flux

Kenaikan kualitas militer China justru menimbulkan militerisasi di kawasan seperti ekspansi aktivitas militer di Laut China Selatan yang mengakibatkan ketegangan kawasan antara China dan negara-negara di Asia Tenggara. Hal tersebut mengakibatkan hubungan kita dengan China menjadi tidak stabil dan penuh ketidakpastian.

Balancing Market Integration, Access, and Influence

Selain itu, China juga semakin memisahkan diri dalam lingkup ekonomi regional terutama dengan negara-negara di ASEAN, sehingga ketergantungan ekonomi ASEAN akan akses pasar dan infrastruktur ini harus dihilangkan agar yang terjadi selama era Perang Dingin tidak terulang.

Dari pola yang sebelumnya jelas ada, negara yang berada di kawasan ASEAN harus mempunyai back-up plan jika sewaktu-waktu aktivitas China lebih kuat di kawasan ASEAN.

Undermining Regime Legitimacy and Stability

Kehadiran China di ruang publik akan selalu menggoyang domestic legitimacy, artinya di era Jokowi setiap ada isu yang berkaitan dengan China akan selalu ada pressure untuk Indonesia agar lebih come out strong, lebih aktif karena sudah ada persepsi bahwa Pak Jokowi sendiri sebenarnya sangat akomodatif terhadap China. Jadi, persoalan domestic politics itu yang menyebabkan China menjadi satu challenge yang tidak boleh dikesampingkan.

NATUNA: What’s the problem?

Persoalannya China tidak pernah mengklarifikasi dasar serta claim-nya apa.

Jadi, dari posisi Indonesia, hanya claim kita dengan Vietnam dan Malaysia yang bermasalah secara hukum internasional, tapi dengan China kita tidak punya klaim (jadi kita nggak boleh bicara mengenai overlapping rights dan lain-lain karena China sama sekali nggak punya klaim). Tapi yang jadi persoalan adalah karena hubungan China-Indonesia di Natuna selama ini hanya berdasarkan informal understanding tahun 1990-an (Menteri Luar Negeri kedua belah pihak). Mereka berdiskusi dan pihak China mengatakan

“kita nggak punya masalah dengan klaim kedaulatan Indonesia di Natuna (claim sovereignty), sementara yang jadi masalah adalah persoalan di ZEE Indonesia itu bukan kedaulatan tapi hak berdaulat”.

Akibatnya, informal understanding itu menciptakan mispersepsi bahwa dari sisi Indonesia kita merasa China mengakui hak kita di Natuna yang juga hak berdaulat kita, karena hak berdaulat kita muncul dari hak kedaulatan kita.

Di sisi China, mereka merasa selama kita jelas mengakui hak kedaulatan Indonesia, kita tetap mau beraktivitas di ZEE Indonesia karena ada overlap ini. Menurut peta yang didapat dari nelayan China yang ditangkap di Natuna tahun 2016, menyatakan plot-plot zona perikanan China yang sebagiannya ada di wilayah kita. Artinya, di mata China informal understanding itu sudah cukup untuk mereka memberi alur wilayah-wilayah zona penempatan ikan yang lalu disebarkan kepada nelayan-nelayan mereka. Sampai hari ini Indonesia belum mempunyai solusi yang tepat.

Persoalan China sendiri saat ini sudah menjadi isu domestic politic yang serius (dari persoalan buruh di Indonesia hingga persoalan ekonomi kita dengan China). Kalau kembali ke Natuna ada fakta bahwa kita harus membedakan bahwa akan ada agen-agen kementrian dan lembaga di laut yang akan juga berusaha untuk memperbesar anggaran mereka, memperbesar peran mereka. Jadi kita juga harus sadar bahwa Natuna ini menciptakan kesempatan bagi para aktor negara untuk menambah anggaran mereka. Jadi persoalan China dan strategic challenge ini bukan hanya persoalan politik luar negeri atau satu domain saja, ada banyak hal lain.

Is ASEAN the answer?

Kita punya kepercayaan yang tinggi terhadap instrumen multilateralisme, apa pun masalahnya jawabannya multilateralisme. Masalah World Peace jawabannya UN, masalah South China Sea jawabannya ASEAN. Padahal isu terkait dengan China itu tidak mudah dan cepat terselesaikan oleh ASEAN. Kita harus bisa membedakan fungsi ASEAN itu seperti apa, bahwa ASEAN selama empat puluh tahun membangun norma-norma bersama (norms building). Tapi kalau diharapkan ASEAN untuk menjadi instrumen yang cepat dan tanggap terhadap persoalan-persoalan keseharian yang muncul seperti Natuna, saya rasa nggak cocok. Jadi kita harus memahami kalau tidak semua tantangan strategis hanya ada satu jawaban. Kita juga harus mempertimbangkan opsi-opsi lain. Tapi sejauh ini sayangnya memang belum ada.

Is Jokowi dealing with China? Apakah respon Indonesia terhadap China sudah cukup?

Responnya selalu sama, kita selalu ada strong diplomatic protest dan ada aspek-aspek ekonomi. Tapi respon-respon ini kalau sudah dicoba tahun 2016 dan insiden berulang, apakah cukup? apakah respon yang kita punya selama ini sudah memadai untuk dealing dengan China? Menurut saya belum sih dengan bukti karena ini terus berulang, bukti karena solusi kita sebenernya tidak cukup dan opsi-opsi baru ini yang sebenarnya harus kita turut pikirkan.

SUMMARIZE (prospects and challenge)

  1. Old tools vs new challenges

Adanya ketidaksesuaian antara strategi yang kita punya baik dari segi diplomasi, ekonomi, atapun militer dengan challenges yang semakin cepat dan rumit. Bukan hanya persoalan di lapangan dalam arti perubahan sub military power di kawasan, tapi juga ada aspek politik domestik yang membuat permasalahan China itu semakin rancu dan semakin kabur; persoalan strategis = persoalan politik domestik.

2. Regional inclusivity vs rapid reaction

Kalau kita masih mengandalkan multilateralisme dengan ASEAN, kita harus mencari balance dengan menguatkan sebuah ide seperti ‘ASEAN Way’ yang mementingkan inclusion yang artinya semua orang harus terlibat, duduk dan berdiskusi, dengan solusi yang cepat karena persoalan-persoalan krisis di laut tidak bisa menunggu semua anggota berkumpul. Jadi ada banyak persoalan strategis di laut yang membutuhkan respon cepat dan tidak bisa menunggu semua orang harus hadir.

3. Day to day challenges vs strategic trends

Kita harus bisa membedakan persoalan Natuna sebagai persoalan keseharian dengan persoalan strategic trends yang lebih besar. Bagaimana kita dealing dengan China yang akan merombak struktur original order di kawasan Indonesia. Jadi kita harus bisa menghadapi day to day challenges yang memang selalu ada.

4. Kita harus bisa balancing, menjaga kepentingan domestik dengan kepentingan strategis kawasan.

Contoh soal Natuna, apakah kita harus mengutamakan hubungan ekonomi yang baik entah itu soal investasi dan perdagangan, ataupun kerja sama perikanan, tapi dari segi lingkungan strategis kita, kita semakin memburuk. Persoalannya adalah China menggerus dan mengurangi kekuatan ASEAN dan UNCLOS. Jadi apakah kita mau melakukan hubungan perekonomian di mana kepentingan domestik mengalahkan kepentingan kawasan?

Broader implications and takeaways

Kalau di Indonesia, ada kecenderungan untuk memandang situasi Indonesia itu seperti mandala. Seolah-olah apa yang terjadi di Amerika Latin atau Middle East akan memberi efek terhadap kita. Secara prinsip memang nggak salah, karena kita hidup di dunia yang semakin interconnected, jadi apa yang terjadi di Iran akan mempengaruhi.. katakanlah asuransi kita untuk men-transport barang. Tapi kalau kita bicara tentang strategic environment, hanya ada elemen-elemen tertentu yang relevan secara strategis, kita harus memilah-milah nggak bisa semuanya kita anggap penting. Kita harus belajar untuk membentuk lingkungan yang strategis, kita harus memilih tantangan-tantangan yang relevan karena masing-masing tantangan sendiri ada layer yang berbeda-beda; kalau bicara China ada layer politiknya.

INDOPASIFIK

Selain menjalin hubungan dengan ASEAN, Indonesia juga menjalin kerja sama dan aktif di kawasan Indo-Pasifik. Kalau bicara Indo-Pasifik fokusnya pada maritim. Fokusnya adalah negara-negara yang diapit oleh pacific ocean dan indian ocean. Fokusnya ke India, Australia, dan seolah-olah China terapit di antara power-power itu. Kalau konsep Indo-Pasifik ASEAN tidak spesifik menyebutkan misalnya mereka mendukung freedom of navigation-nya US. Konsepnya juga bicara tentang ekonomi dan sudah banyak di-respond untuk membantu negara-negara di ASEAN, lalu capacity building dan intinya adalah ketika bicara tentang Indo-Pasifik secara general mereka hanya encourage cooperation between middle powers. Tapi secara spesifik pada akhirnya tidak bias dipungkiri bahwa itu adalah a way to contain China. Dengan investasinya China yang masuk ke semua negara Asia, ini adalah salah satu cara untuk contain China.

Indo-Pasifik sebagai sebuah kawasan yang berfokus pada aspek kemaritiman merupakan negara-negara yang berada di wilayah Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dan laut yang menghubungkan antara kedua Samudera tersebut adalah perairan Indonesia. Demi terciptanya stabilitas di Asia Tenggara, maka muncul konsep ASEAN Outlook on Indo Pacific (AOIP) sebagai salah satu arah kebijakan ASEAN untuk ke depannya. Isinya norma norma ASEAN yang sudah sering diungkapkan pada umumnya bahwa kita harus mengedepankan ASEAN centrality dan ASEAN led mechanism, rules based engagement, dan kepemimpinan ASEAN yang menjadi landasan kerja sama organisasi regional tersebut. Tidak disebutkan bahwa AOIP mendukung freedom of navigation sehingga sifatnya independen karena tidak mau ikut campur dengan urusan China-US. Wilayah Indonesia yang sebagian besarnya merupakan wilayah maritim dapat menjadi peran penting bagi kerja sama kawasan. Seiring berjalannya waktu, AOIP mulai menimbulkan banyak kritik karena layaknya dokumen-dokumen ASEAN pada umumnya yang cenderung terlalu abstrak dan kurang relevan. Tetapi pada akhirnya dengan cara kerja ASEAN yang memang seperti itu, di mana mereka sangat menitikberatkan pada kedaulatan dan otoritas negara yang memang tidak banyak yang bisa dilakukan dan dituangkan dalam AOIP. Konsep AOIP ini memang sifatnya bukan untuk mendobrak dorongan bagi ASEAN. Jadi untuk ukuran ASEAN yang memang cara kerjanya sedemikian rupa, AOIP dirasa sudah cukup untuk merespon banjirnya konsep-konsep Indo Pasifik di kawasan. Konsep Indo-Pasifik ini lebih mengarah pada kerja sama dibanding persaingan meskipun sudah cukup banyak argumen-argumen yang mengatakan bahwa sebenarnya konsep ini hanya repitisi mengingat sudah banyak institusi-institusi dari yang sebelumnya.

Dari konsep kerja sama kawasan Indonesia dengan ASEAN dan Indo-Pasifik dan melihat politik global yang terjadi beberapa tahun ke belakang, di tahun 2020 ini kondisi politik global di kawasan Indo-Pasifik dan ASEAN bisa dibilang berada di kondisi Cold Peace karena kondisi negara-negara tersebut cenderung bersifat bersahabat, tetapi pada saat yang sama dinamika militer yang terjadi di antara negara-negara tersebut masih sangat tinggi. Seperti misalnya antara US-Tiongkok, pada bidang ekonomi, Amerika Serikat masih menunjukkan dinamika ekonomi dengan investasi yang besar dalam pembangunan dan produksi komersial di Tiongkok, tetapi masih terjadi dinamika persenjataan terutama di bidang militer di antara mereka yang menyebabkan adanya ketidakpastian atau strategic uncertainty pada hubungan geopolitik mereka. Dengan melihat pola politik global yang ada pada tahun-tahun sebelumnya, bisa dilihat bahwa politik global ke depannya akan tetap stabil walaupun adanya persengketaan di beberapa bidang, tetapi tidak mengubah karakter hubungan negara-negara di Indo-Pasifik karena mengedepankan national interest mereka, mengingat power dari masing-masing negara yang semakin kuat.

--

--