Rezim Internasional di Bawah Anarki

Nathania Aviandra
7 min readJul 11, 2020

Sebagai penganut realis, saya percaya statement

“manusia pada dasarnya suka konflik”.

Sama seperti manusia, setiap negara sebagai aktor dalam politik internasional juga punya kepentingannya masing-masing, and again as a realist, saya percaya dalam proses pencapaiannya, kemungkinan besar akan terjadi konflik. Dalam mencapai keuntungan dari konflik tersebut, negara hanya bisa bergantung pada dirinya sendiri, tidak bisa bergantung pada negara lain. Hal ini merupakan ide dari third image.

Setelah negara didirikan, setiap individu harus memiliki kesadaran untuk berperilaku sesuai moral karena di dalam negara terdapat aturan. Apabila tidak ada negara, ketidakpastian dan kekerasan akan semakin sering terjadi, sedangkan manusia membutuhkan keamanan untuk keberlangsungan hidupnya. Namun menurut Kant, manusia itu tidak sepenuhnya ‘baik’ dan juga tidak sepenuhnya dikendalikan oleh hukum, akibatnya konflik dan kekerasan ini ya fakta yang tidak bisa dihindari.

Di sini, konsep negara sendiri juga menjadi perdebatan. Bagi Spinoza dan Hobbes, pembentukan negara dan masyarakat berfungsi sebagai sarana untuk melarikan diri dari situasi yang tidak dapat ditoleransi. Sebagai contoh, peristiwa stag hunt memang kelihatannya sederhana, tetapi pada kenyataannya implikasinya cukup berdampak pada negara tertentu. Dalam tindakan kooperatif, walaupun semua orang setuju dan memiliki minat yang sama akan suatu hal, mereka tidak dapat bergantung sepenuhnya kepada orang lain.

. . .

Konflik dapat muncul dalam masalah sosial manusia karena situasi yang anarki.

“Irasionalitas adalah penyebab semua masalah dunia dan penghambat adanya rezim internasional.”

Konflik dalam perekonomian internasional bisa terjadi karena tindakan irasional suatu negara. Misalnya ketika terdapat beberapa negara yang bekerja sama untuk memaksimalkan kesejahteraan ekonominya (yang tentunya menguntungkan bagi kedua belah pihak), namun saat salah satu pihak bertindak secara irasional, saya ambil contoh trade war; mengenakan tarif untuk meningkatkan keuntungannya dan negara lainnya membalas, maka tindakan tersebut akan menyebabkan penurunan kesejahteraan bagi semua negara yang terlibat. Sesuatu yang wajar jika setiap negara akan berusaha untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya dari negara tetangganya dari kerja sama internasional. Maka dari itu, keputusan untuk mengurangi hambatan perdagangan antar negara akan menguntungkan semua negara secara absolut. Akan tetapi, dalam kondisi anarki, keuntungan relatif lebih penting dibandingkan keuntungan absolut karena setiap orang berusaha untuk memonopoli perekonomian internasional.

Dalam penjelasan terkait anarki, terdapat persamaan dan perbedaan pendekatan teoritis antara asumsi dalam buku Kenneth Waltz (neorealis) dan Alexander Wendt (konstruktivis). Mereka menganggap bahwa sistem internasional harus anarki, walaupun mereka memiliki pendekatan individual masing-masing terkait konsep anarki itu sendiri. Menurut keduanya, negara sebagai aktor utama yang menjadi pusat dalam dunia internasional memiliki otoritas untuk melakukan monopoli. Jadi, adanya kondisi ini menciptakan keadaan di mana masing-masing negara akan memaksimalkan power mereka demi terjaminnya kelangsungan hidup. Wendt sebagai seorang konstruktivis juga berargumen bahwa keinginan suatu negara untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya itu merupakan elemen penting dari anarki.

Jika dibandingkan dengan persepsi neorealis, di sini Wendt melihat ada beberapa perbedaan yang dapat terjadi dalam sistem internasional yang anarki. Dalam bukunya, ia mengembangkan sebuah konsep berbeda yang diutarakan dalam “Anarchy is What States Makes of It” (1992). Sebagai seorang pemikir konstruktivis, Wendt mengutarakan bahwa sistem internasional yang anarki pada dasarnya merupakan sebuah konstruksi dan sebuah proses (tidak diberikan oleh suatu struktur). Ia mengulas mengenai suatu struktur internasional yang anarki dan pengaruhnya terhadap identitas dan kepentingan suatu negara (elemen konstruktivis).

Struktur anarki akan selalu dipengaruhi posisi-posisi identitas dan kepentingan negara yang satu dengan yang lain, karena menurut Wendt, identitas yang dimiliki oleh suatu negara akan mempengaruhi interaksi yang terjadi dengan negara lain. Adanya struktur identitas yang dimiliki suatu negara merupakan dasar kepentingan mereka, sehingga penting untuk menciptakan suatu image yang dimiliki oleh suatu negara. Pembentukan identitas ini merupakan elemen penting dalam sebuah sistem anarki. Para negara ini dapat memperoleh identitasnya melalui interaksi. Sebagai contoh, Amerika Serikat akan lebih khawatir jika China memiliki senjata nuklir dibandingkan jika Indonesia yang memilikinya karena Indonesia dianggap sebagai ‘teman’ oleh Amerika Serikat.

Sempat disebutkan bahwa menurut keduanya, keinginan untuk bertahan hidup merupakan elemen penting dalam anarki, di sini yang dimaksud Wendt adalah bagaimana suatu negara mendefinisikan makna bertahan hidup itu tergantung pada prosesnya (untuk berkembang). Sehingga menurut Wendt sebenarnya tidak ada yang namanya “anarki”, menurutnya anarki tidak berusaha mendefinisikan apa yang sudah ada, tetapi berusaha menciptakan apa yang sebenarnya tidak ada. Jadi anarki itu dianggap tidak memiliki makna, hanya tercipta karena struktur hubungan dan interaksi antara negara-negara. Sedangkan neorealis justru mengesampingkan hal-hal ini (tidak relevan). Neorealis memiliki asumsi bahwa negara-negara harus mempersiapkan situasi konflik karena sistem yang anarki. Sedangkan Wendt memiliki asumsi lain bahwa sistem anarki bukanlah suatu hal yang menentukan perilaku suatu negara, sehingga negara bukan harus mempersiapkan diri untuk adanya konflik, tetapi harus mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang ada.

Selain itu, Waltz dalam bukunya juga berbicara mengenai pentingnya kerja sama dan saling ketergantungan. Berbeda dengan perspektif neorealis, bagi Wendt adanya interdependensi ini cukup beresiko dan bahkan bisa menjadi sumber konflik dibanding kerja sama. Dengan demikian, sebenarnya maksud dari Wendt adalah adanya situasi konflik ini merupakan konsep yang diciptakan negara-negara itu sendiri, sehingga mereka yang bisa merubah kondisi itu sendiri, sedangkan di sini neorealis berpendapat bahwa kondisi anarki sudah ada dalam struktur internasional, yang sifatnya hanya bisa diubah dengan diadakannya ‘Leviathan’ dalam struktur internasional. Kemudian, ada pertentangan di mana Wendt berpendapat bahwa kita harus melihat pattern dan kondisi di masa lalu di mana terjadi interaksi dan proses, sedangkan Waltz sebagai neorealis melihat kemungkinan yang ada pada masa depan.

Dalam tulisan ini ditunjukkan oleh Wendt bagaimana adanya identitas dan kepentingan suatu negara dapat dipengaruhi melalui sistem internasional yang anarki, dan terlepas dari adanya anarki, negara masih berpotensi untuk menjalin kerja sama. Sebenarnya menurut kami, perubahan identitas suatu negara yang menjadi lebih kooperatif untuk bekerja sama masih sulit untuk dicapai, dengan adanya struktur yang anarki ini membuat negara bisa melakukan apapun jika memiliki kekuatan yang besar, sehingga menimbulkan kurangnya kepercayaan antara satu dengan yang lainnya. Jika ada kedua negara yang berhasil menjalin kerja sama pun, hal itu sulit untuk dipertahankan, apalagi yang menghasilkan relative gains. Hal ini sangat terlihat dari negara-negara besar yang selalu ingin mencapai kepentingannya dan mendapatkan kekuatan yang sebesar-besarnya, sehingga dalam proses mendapatkan hal tersebut sangat besar kemungkinannya untuk terjadi konflik.

Satu aktor tidak dapat memastikan bahwa aktor lainnya akan setuju untuk bekerja sama, sehingga akan lebih baik untuk mengejar kepentingannya masing-masing. Sedangkan, Axelrod dengan perspektif neoliberalismenya menyatakan bahwa lebih baik melakukan kerja sama timbal balik daripada berpeluang menjadi pengeksploitasi atau yang dieksploitasi. Menurutnya, kerja sama internasional jauh lebih mudah untuk dicapai bila game-game seperti Prisoner’s Dilemma, Stag Hunt, dan Chicken Game dilakukan secara berulang-ulang. Dengan melakukannya secara berkala, negara-negara lambat laun akan memahami pola-pola dari permainan tersebut yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan.

Kerja sama dalam dunia anarki, seperti yang diungkapkan perspektif neoliberalisme mungkin untuk dilakukan, tetapi sulit untuk dipertahankan. Tidak dapat dipungkiri bahwa negara-negara besar masih cenderung memiliki insentif untuk mengejar kepentingannya sendiri, sehingga kerja sama yang dilakukan justru dapat merugikan salah satu pihak. Contohnya adalah pada kasus debt trap China dan Afrika. Kerja sama internasional dapat digunakan sebagai kesempatan negara besar untuk mengeksploitasi negara-negara kecil. Institusi internasional juga kurang memainkan peran yang signifikan. Sebagai contoh, China tidak menaati peraturan yang dibuat oleh UNCLOS sehingga berujung pada konflik Laut Natuna. Hal ini dapat terjadi karena walaupun ada hukum internasional, institusi tidak mempunyai wewenang untuk menjatuhkan hukuman atas pelanggaran yang dilakukan negara.

Walaupun irasionalitas dapat berkurang dengan adanya institusi internasional, masih ada kemungkinan negara untuk saling defect satu sama lain, karena dalam dunia anarki tidak ada yang dapat dipastikan.

Kebijakan ‘America First’ oleh Donald Trump

Amerika Serikat dan presidennya saat ini Donald Trump adalah salah satu contoh dari anarki ini sendiri. Pertama-tama kita harus mengenal apa yang dapat kita identifikasi sebagai bentuk anarki dari pemerintahan di bawah Donald Trump. Pada tahun 2017, Presiden Donald Trump dalam Inaugural Address, mengatakan bahwa “sekarang kita akan mendahulukan kepentingan negara terlebih dahulu” atau dikenal luas sebagai kebijakan “America First”. Dengan adanya perubahan ini, maka kebijakan luar negeri Amerika Serikat pun berubah seperti salah satu contohnya menarik diri dari Paris Climate Accord. Kebijakan yang disebut tindakan ‘nasionalis’ ini dapat kita lihat sebagai reaksi dari sistem anarki dunia.

“Negara-negara yang telah menilai kemungkinan untuk menang atau suksesnya lebih besar dari negara lain, akan lebih mementingkan tujuan negaranya dibandingkan sikap menghargai perdamaian antar negara”.

Donald Trump merancang kebijakan America First ini sendiri sebagai upaya untuk menjaga tanah air (Amerika Serikat), meningkatkan kemakmuran, meningkatkan kekuatan dalam upaya menjaga perdamaian dan menyebarkan pengaruh Amerika Serikat di dunia. Kita dapat melihat bahwa kebijakan yang dibuat adalah mayoritas untuk memprioritaskan kepentingan negara terlebih dahulu agar dapat bertahan di dunia internasional yang anarki ini. Salah satu hal yang dapat menandakan anarki dari kebijakan Trump sendiri adalah dengan berandai bahwa dunia ini adalah dunia yang penuh dengan bahaya yang berisikan negara-negara yang ‘nakal’ atau rogue states. Hal ini sangat berhubungan dengan anggapan anarki bahwa tidak ada sifat harmonis secara otomatis. Dalam rangka mencapai keharmonisan ini, Donald Trump ingin membangun kekuatan yang matang agar secara perlahan-lahan dapat menjaga keharmonisan dunia, sama dengan esensi dari rancangan National Security Strategy pemerintahan Trump sendiri.

Sebagai sebuah negara, Amerika Serikat sendiri sudah sangatlah makmur dan kuat. Menurut data dari World Bank, GDP Amerika Serikat masih menjadi yang paling tinggi. Hal itu menunjukan perekonomian yang cukup baik dari Amerika Serikat sendiri. Selain itu, sejak rezim Donald Trump, pengeluaran untuk investasi di bidang pertahanan militer merupakan yang paling tinggi dalam sepuluh tahun terakhir di pemerintahan Amerika Serikat. Menurut data dari The International Institute for Strategic Studies, pengeluaran Amerika Serikat sendiri dapat menyamai total pembelanjaan pertahanan dari lima belas negara di dunia. Tidak hanya itu juga, Amerika Serikat menurunkan investasi atau pengaliran dana ke program Foreign Military Financing dan European Deterrnce Initiative. Dana yang seharusnya ditujukan kepada program-program yang telah disebutkan sebelumnya dipakai untuk kepentingan negara kembali pada akhirnya.

Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh neorealis, saya merasa kebijakan America First yang dikeluarkan oleh Donald Trump sendiri dapat kita identifikasi sebagai bentuk nyata dari anarki. Seperti yang telah dikatakan dalam esensi dari kebijakan America First yaitu untuk menyejahterakan tanah air dalam rangka memajukan nama Amerika di dunia internasional. Hal tersebut dapat ditafsirkan menjadi menaikan kekuatan negara sendiri agar dapat bertahan dalam politik internasional. Pemotongan dana bantuan internasional dan pembelanjaan serta investasi yang meningkat dalam hal pertahanan militer juga menjadi salah satu identifikasi motif Amerika dalam menguatkan pertahanan dalam negerinya.

--

--